Kamis, 10 Maret 2011

aliran kesustrataan


Aliran dalam Kesusasteraan
Kata “aliran” berasal dari kata stroming (bahasa Belanda) yang mulai muncul di Indonesia pada zaman Pujangga Baru. Kata itu bermakna “ keyakinan yang dianut golongan-golongan pengarang yang sepaham, ditimbulkan karena menentang paham-paham lama (Hadimadja, 1972:9). Dalam bahasa Inggris, terdapat dua kata yang maknanya sangat berkaitan dengan aliran, yaitu periods,age, school, generation dan movements.
1.Aliran Realisme
Pada umumnya realisme dilihat sebagai reaksi terhadap aliran romantik. Realisme berusaha menggambarkan hidup dengan sejujur-jujurnya tanpa prasangka dan tanpa usaha memperindahnya. Aliran ini didorong oleh semangat zaman yang mementingkan kegiatan yang rasional dan kemajuan ilmu pengetahuan pada abad ke-19.
Abad ke-19 adalah abad penuh perubahan dalam sejarah peradaban Barat. Perubahan itu mencakup pertumbuhan 1) nasionalisme yang sangat kuat, 2) kelas menengah, dan 3) aspirasi atau slogan kebebasan. Pada abad ke-19 Inggris merajai dunia. Britania memerintah serta menguasai samudera dan dunia. Hal itu disebabkan adanya revolusi industri dan penemuan Charles Darwin dalam khazanah ilmu pengetahuan dan teorinya, yaitu teori evolusi.
Revolusi industri memacu kemajuan ekonomi, sosial, dan teknologi. Kemajuan-kemajuan di bidang itu mengokohkan iptek dan kelas menengah, kemudian segala sesuatu dimesinkan. Revolusi industri merupakan katalisator bangkitnya kelas menengah.
Kesusastraan Inggris sebetulnya hanya England. Akan tetapi, yang dimaksud adalah seluruh negara bagian karena karya sastra yang ditulis menggunakan bahasa Inggris (meskipun negara-negara bagian itu memiuliki bahasa sendiri. Pengarang realisme di Inggris, misalnya George Eliot, Trollope, Thakeray dan Charles Dickens. Di Amerika Serikat perkembangan realisme di dalam novel didahului oleh Mark Twain, William Dean Howells, dan Henry James.
Realisme selalu memasukkan moral, dengan demikian seni bagi realisme adalah sarana untuk mengkritik dan menyampaikan pesan moral. Inilah yang kemudian ditolak oleh gerakan seni untuk seni karena puisi bukan merupakan sarana pesan. Genre penting dalam realisme adalah novel. Novel-novel sejarah dapat dimasukkan ke dalam realisme
Tokoh/sastrawan realisme tulen: Balzac (Pr), Flaubert (Pr.), Dostoevsky (Rusia), Tolstoy (Rusia), Dickens (Ing.), Ibsen (Norwegia. Semua novelis, kecuai ibsen (drama). Realisme menginginkan representasi dari realitas (menggambarkan realitas/kenyataan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, realisme membahas kehidupan kontemporer (yang sedang berlangsung) dan tingkah laku manusia temporal (yang berpikir, bertindak, dan berperilaku dalam dunia sekarang ini). Untuk menggambarkan apa adanya, realisme memakai metode induktif dan bersifat observatif agar realitas yang digambarkan benar-benar objektif. Dengan sendirinya, kepribadian penulisnya ditekan sedemikian rupa.
Pada abad ke-19 muncul juga gerakan sosialisme. gerakan ini mengajarkan kolektivisme dan kebersamaan. Karl Marx mengumumkan manifestonya dan dari manifesto ini lahirlah komunisme. Kepercayaan terhadap agama juga merosot sebagai akibat perkembangan iptek. Karena agama tidak lagi mndominasi kehidupan manusia, maka dicari formulasi baru terhadap kepercayaan agama. Hegel (Jerman) adalah orang yang melakukan pekerjaan itu.
Suatu perkembangan lebih lanjut dari realisme adalah aliran naturalisme, yang lahir dan berkembang di Perancis. Apabila realisme merupakan ucapan artistik suatu sikap terhadap kenyataan yang biasa pada berbagai individu di zaman apapun, maka naturalisme merpakan ucapan artistik di abad ke-19. Pengarang naturalisme, Emile Zola, mengatakan bahwa pengarang harus meniru ilmuwan dengan mengamati kenyataan tanpa menyelidki sebab-sebabnya mengapa kenyataan itu demikian. Pengarang naturalisme Perancis yang terkenal adalah Flaubert, Alphons Daudet, Maupassant, Zola, dan de Goncourt.
Realisme sering dibingungkan dengan naturalisme. Realisme menggambarkan kebobrokan kelas menengah, sementara naturalisme menggambarkan kebobrokan kelas gembel karena ambisi untuk dapat naik ke kelas yang lebih tinggi dengan mengorbankan apapun demi ambisinya tercapai—naturalisme tidak menghadirkan konflik-konflik yag berkaitan dengan moral. Dalam ilmu ada sosiologi (membahas kelompok-kelompok masyarakat) dan sosiatri (membahas kelompok masyarakat kelas rendah/gembel). Jadi, realisme berkaitan dengan sosiologidan naturalisme dengan sosiatri. Realisme sosial di Rusia merupakan kelanjutan realisme. Di Indonesia dikembangkan realisme sosialis oleh Lekra.
Suatu perkembangan realisme lain adalah Neue Sachlichkeit—dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah The New Objectivity– yang muncul pada awal abad ke-20. Aliran ini, sesuai dengan realisme, hendak mencapai gambaran kenyataan secara objektif, namun dengan banyak menghadirkan kritik sosial dan poltik.

2.Relisme-Sosial
Realisme-sosialis adalah pempraktikan sosialisme di bidang kreasi sastra. Istilah ini muncul untuk memenangkan sosialisme di Uni Soviet. Tokoh utama yang biasa mendapatkan penghargaan sebagai pelopornya adalah pujangga besar Soviet maxim Gorki dengan karya utamanya Ibunda.
Realisme-sosialis sebagai metode sosialis menempatkan realitas sebagai bahan-bahan global semata untuk menyempurnakan pemikiran dialektika. Bagi realisme-soaialis setiap realitas, setiap fakta, hanya sebagian dari kebenaran, bukan kebenaran itu sendiri.
Realisme-sosialis itu sendiri bukan hanya penamaan satu metode di bidang sastra, tapi lebih tepat dikatakan suatu hubungan filsafat, metode penggarapan dengan estetikanya sendiri. Selain itu penamaan ini juga terdapar dalam politik estetik di bidang sastra yang sekaligus mencakupkesadaran adanyafront, adanya perjuangan, adanya kawan-kawan sebarisan dan lawan-lawan di seberang garis, adanya militansi, adanya orang-orang yang mencoba menghindar dari front.
Istilah realisme-sosialis mencakup pula persoalan taktik dan strategi, sekalipun di bidang sastra, hanya ini mungkin mengambil manifestasi dalam pengemukakan plot, gaya bahasa, perbendaharaan kata, pilihan kata, metode penyampaian, kontras, dan sebagainya yang sifatnya sama sekali telah akademik.
Pada mulanya, juga di Indonesia, realisme-sosialis hanya merupakan semboyan dengan penulisan-penulisan yang bertaraf semboyan pula. Tulisan-tulisan semacam ini dapatditemukan di berbagai lembaran kebudayaan tahun limapuluhan. Sastra sosialis, sastra realisme-sosialis mulai hidup dan subur di Indonesia adalah sebagai matarantari dari watak sosial abad 20, watak-watak kebangunan rakyat di seluruh dunia dengan kebutuhannya akan nilai-nilai moral, nilai sosial, dan nilai kultural serta politik yang lebih banyak, dan yang selama ini hanya dikuasai oleh kelas borjuis, kelas beruntung di seluruh dunia.
Watak realisme-sastra sejalan dengan keradaannya dalam bidang sastra yang melingkupi adanya front perjuangan, tak boleh tidak dia punya watak yang jelas. Satu, militansi sebagai ciri tak kenal kompromi dengan lawan. Dua, karena segaris dengan perjuangan politik sosialis, maka dia terus-menerus melakukaneffensi atas musuh-musuhnya dan pembangunan yang cepat di kalangan barisan sendiri. ‘If the enemy does not surrender,” kata Gorki dalam salah satu artikelnya, “he must be destroyed.” Atau yang sebaliknya yakni dalam artikelnya yang lain: “The poeple must know their history.” Dalam dua artikelnya ini Gorki untuk kesekian kalinya membela humanisme-proletar, dengan menudingkan telunjuk pada urgensinya pengusahaan penghapusan pembagian manusia atas kelas-kelas, melenyapkan setiap kemungkinan munculnya minoritas yang mengeksploitasi tenaga mayoritas yang produktif dan kreatif. Kemudian yang terpenting adalah menciptkan dunia baru, dunia yang dibangun di atas landasan keadilan yang merata.
Peringatan bahwa setiap kapitalisme adalah musuh dan musuh kemanusiaan selalu nampak sebagai watak realisme-sosialis. Kapitalisme itu memang hanya terdiri atas beberapa gelintir orang, tapi dengan kapitalismenya, dengan sistem pengaturan sosialnya, praktis mereka yang memiliki seluruh angkatan perang dan kepolisian, dan merekalah yang memberikan komando tertinggi.
Pada segi lain watak ini nampak pada semangat yang diberikannya kepada rakyat. Pengungkapan pedagogik dan sugestif, ajakan dan dorongan untuk lebih tegap dan perwira memenangkan keadilan merata untuk maju, untuk melawan dan menentang penindasan bukan saja berdasarkan emosi atau sentimen tapi juga berdasarkan ilmu dan pengetahuan, terutama memberanikan rakyat untuk melakukan orientasi terhadap sejarahnya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar